KOTA BLORA
Blora adalah salah satu kota yang
terletak di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora sekitar 127 km sebelah timur
Semarang. Wilayah Blora berada di bagian timur Jawa Tengah, Kabupaten Blora
berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini berbatasan
dengan Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati di utara, Kabupaten Tuban dan
Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur) di sebelah timur, Kabupaten Ngawi (Jawa
Timur) di selatan, serta Kabupaten Grobogan di barat. Blok Cepu yang merupakan
daerah penghasil minyak bumi paling utama di Pulau Jawa terdapat di bagian
timur Kabupaten Blora. Luas wilayah Kota Blora adalah 1.820,59 km2 dengan
jumlah penduduk 844.490 jiwa pada tahun 2006 serta dengan kepadatan penduduk 463,86 jiwa/km2.
Secara geografis
Kabupaten Blora terletak di antara 111°016' s/d 111°338' Bujur Timur dan
diantara 6°528' s/d 7°248' Lintang Selatan. Secara administratif terletak di
wilayah paling ujung (bersama Kabupaten Rembang) disisi timur Propinsi Jawa
Tengah. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 57 km dan jarak terjauh dari
utara ke selatan 58 km.
Wilayah
Kabupaten Blora terdiri atas dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian
20-280 meter dpl. Bagian utara merupakan kawasan perbukitan, bagian dari
rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Bagian selatan
juga berupa perbukitan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng, yang membentang dari timur
Semarang hingga Lamongan (Jawa Timur). Ibukota Kabupaten Blora
sendiri terletak di cekungan Pegunungan Kapur Utara. Separuh dari wilayah Kabupaten Blora
merupakan kawasan hutan, terutama di bagian utara, timur, dan selatan.
Dataran rendah di bagian tengah umumnya merupakan areal persawahan. Kali Lusi merupakan sungai terbesar di Kabupaten Blora, bermata air di Pegunungan
Kapur Utara (Rembang), mengalir ke arah barat melintasi kota Purwodadi yang
akhirnya bergabung dengan Kali Serang.
Berdasarkan
tutur bahasa Jawa, dialek bahasa Jawa
Blora merupakan bahasa pergaulan dan termasuk tataran ngoko atau
bahasa kasar. Jadi, di daerah Blora tataran Krama (halus) maupun Madya (biasa,
campuran krama dan ngoko) tetap digunakan selain tataran dialek pergaulan ngoko
kasar tersebut. Madya adalah salah satu tingkatan bahasa Jawa yang paling umum
dipakai di kalangan orang Jawa. Tingkatan ini merupakan bahasa campuran antara
ngoko dan krama, bahkan kadang dipengaruhi dengan bahasa Indonesia. Bahasa
madya ini mudah dipahami dan dimengerti. Bahasa yang digunakan di daerah
kabupaten Blora adalah bahasa Indonesia dan bahasa Jawa
Blora dalam tingkat tutur ngoko, madya maupun krama oleh penggunanya
masing-masing.
Kabupaten Blora terdiri atas 16 kecamatan
yang dibagi lagi atas sejumlah 271 desa dan 24 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Blora. Kecamatan-kecamatan di Kota Blora :
·
Kecamatan
Banjarejo
·
Kecamatan
Blora
·
Kecamatan
Bogorejo
·
Kecamatan
Cepu
·
Kecamatan
Japah
·
Kecamatan
Jati
·
Kecamatan
Jepon
·
Kecamatan
Jiken
·
Kecamatan
Kedungtuban
·
Kecamatan
Kradenan
·
Kecamatan
Kunduran
·
Kecamatan
Ngawen
·
Kecamatan
Randublatung
·
Kecamatan
Sambong
·
Kecamatan
Todanan
·
Kecamatan
Tunjungan
Asal usul
nama Blora
Menurut
cerita rakyat Blora berasal dari kata BELOR yang berarti lumpur, kemudian berkembang
menjadi mbeloran yang akhirnya sampai sekarang lebih dikenal dengan nama BLORA.
Secara etimologi Blora berasal dari kata WAI + LORAH. Wai berarti air, dan
Lorah berarti jurang atau tanah rendah. Dalam bahasa Jawa sering terjadi
pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B, tanpa menyebabkan perubahan
arti kata. Sehingga seiring dengan perkembangan zaman kata WAILORAH menjadi
BAILORAH, dari BAILORAH menjadi Balora dan kata Balora akhirnya menjadi Blora.
Jadi nama Blora berarti tanah rendah berair, ini dekat sekali dengan
pengertian tanah berlumpur.
Blora Era
Kerajaan di bawah Kadipaten Jipang
Blora di bawah Pemerintahan Kadipaten Jipang pada abad XVI, yang pada
saat itu masih di bawah pemerintahan Demak. Adipati Jipang pada saat itu
bernama Aryo Penangsang, yang lebih dikenal dengan nama Aria Jipang. Daerah
kekuasaan meliputi:
Pati, Lasem, Blora, dan Jipang sendiri. Akan tetapi setelah Jaka Tingkir
(Hadiwijaya) mewarisi takhta Demak, pusat pemerintahan dipindah ke Pajang.
Dengan demikian Blora masuk Kerajaan Pajang.
Blora di
bawah Kerajaan Mataram
Kerajaan Pajang tidak lama memerintah, karena direbut oleh Kerajaan
Mataram yang berpusat di Kotagede Yogyakarta. Blora termasuk wilayah Mataram
bagian Timur atau daerah Bang Wetan. Pada masa pemerintahan Paku Buwana I
(1704-1719) daerah Blora diberikan kepada putranya yang bernama Pangeran Blitar
dan diberi gelar Adipati. Luas Blora pada saat itu 3.000 karya (1 karya = ¾
hektare). Pada tahun 1719-1727 Kerajaan Mataram dipimpin oleh Amangkurat IV,
sehingga sejak saat itu Blora berada di bawah pemerintahan Amangkurat IV.
Blora pada
zaman Perang Mangkubumi (tahun 1727–1755)
Pada saat Mataram di bawah Paku Buwana II (1727-1749), terjadi
pemberontakan yang dipimpin oleh Mangku Bumi dan Mas Sahid, Mangku Bumi
berhasil menguasai Sukawati, Grobogan, Demak, Blora, dan Yogyakarta. Akhirnya
Mangku Bumi diangkat oleh rakyatnya menjadi raja di Yogyakarta.
Berita dari Babad Giyanti dan Serat Kuntharatama menyatakan bahwa Mangku
Bumi menjadi raja pada tanggal 1 Sura tahun Alib 1675, atau 11 Desember 1749.
Bersamaan dengan diangkatnya Mangku Bumi menjadi raja, maka diangkat pula para
pejabat yang lain, di antaranya adalah pemimpin prajurit Mangkubumen,
Wilatikta, menjadi Bupati Blora.
Blora di bawah Kasultanan Perang Mangku Bumi diakhiri dengan perjanjian
Giyanti, tahun 1755, yang terkenal dengan nama 'palihan negari', karena dengan
perjanjian tersebut Mataram terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan
Surakarta di bawah Paku Buwana III, sedangkan Yogyakarta di bawah Sultan
Hamengku Buwana I. Di dalam Palihan Negari itu, Blora menjadi wilayah Kasunanan
sebagai bagian dari daerah Mancanegara Timur, Kasunanan Surakarta. Akan tetapi
Bupati Wilatikta tidak setuju masuk menjadi daerah Kasunanan, sehingga beliau
pilih mundur dari jabatannya
Blora
sebagai kabupaten
Sejak zaman Pajang sampai dengan zaman Mataram, Kabupaten Blora merupakan
daerah penting bagi Pemerintahan Pusat Kerajaan, hal ini karena Blora terkenal
dengan hutan jatinya. Blora mulai berubah statusnya dari apanage menjadi daerah
kabupaten pada hari Kamis Kliwon, tanggal 2 Sura tahun Alib 1675, atau tanggal
11 Desember 1749 Masehi, yang sampai sekarang dikenal dengan HARI JADI
KABUPATEN BLORA. Adapun Bupati pertamanya adalah WILATIKTA.
Perjuangan
rakyat Blora menentang penjajahan
Perlawanan Rakyat Blora yang dipelopori petani muncul pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20. Perlawanan petani ini tak lepas dari makin memburuknya
kondisi sosial dan ekonomi penduduk pedesaan pada waktu itu.
Pada tahun 1882, pajak kepala yang diterapkan oleh Pemerintah Penjajah
sangat memberatkan bagi pemilik tanah (petani). Di daerah-daerah lain di Jawa,
kenaikan pajak telah menimbulkan pemberontakan petani, seperti peristiwa
Cilegon pada tahun 1888. Selang dua tahun kemudian seorang petani dari Blora
mengawali perlawanan terhadap pemerintahan penjajah yang dipelopori oleh Samin
Surosentiko. Gerakan Samin sebagai gerakan petani antikolonial lebih
cenderung mempergunakan metode protes pasif, yaitu suatu gerakan yang tidak
merupakan pemberontakan radikal bersenjata.
Beberapa indikator penyebab adanya pemberontakan untuk menentang kolonial
penjajah Belanda antara lain:
- Berbagai macam pajak diimplementasikan di daerah Blora
- Perubahan pola pemakaian tanah komunal
- Pembatasan dan pengawasan oleh Belanda mengenai penggunaan hasil hutan oleh penduduk
Indikator-indikator ini mempunyai hubungan langsung dengan gerakan protes
petani di daerah Blora. Gerakan ini mempunyai corak millinarisme, yaitu gerakan
yang menentang ketidakadilan dan mengharapkan zaman emas yang makmur.
Perekonomian
Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Kabupaten Blora. Pada
subsektor kehutanan, Blora adalah salah satu daerah utama penghasil kayu jati berkualitas
tinggi di Pulau Jawa.
Daerah Cepu sejak lama dikenal sebagai daerah tambang minyak bumi,
yang dieksploitasi sejak era Hindia
Belanda. Blora mendapat sorotan internasional ketika di kawasan Blok Cepu
ditemukan cadangan minyak bumi sebanyak 250 juta barel. Bulan Maret 2006
Kontrak Kerja Sama antara Pemerintah dan Kontraktor (PT. Pertamina EP Cepu,
Exxon Mobil Cepu Ltd, PT Ampolex Cepu telah ditandatangani, dan Exxon Mobil
Cepu Ltd. ditunjuk sebagai operator lapangan, sesuai kesepakatan Joint
Operating Agreement (JOA) dari ketiga kontraktor tersebut, perkembangan
terakhir untuk saat ini Plan Of Development (POD)I Lapangan Banyu Urip telah
disahkan Menteri ESDM.
Namun ironinya, walau Blora terkenal dengan hutan Jati dan Minyak bumi
yang dikelola sejak zaman kolonial Belanda sampai dengan pemerintah NKRI sekarang
ini, tetapi perekonomian rakyat Blora termasuk salah satu yang terendah di Jawa
Tengah. Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki oleh kabupaten Blora
ternyata tidak mampu mengangkat taraf kehidupan dan taraf ekonomi
masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena semua hasil SDA dinikmati oleh
pemerintah pusat dan pegawai perusahaan yang sebagian besar dari luar Blora,
tanpa ada program yang jelas untuk meningkatkan perekonomian rakyat sekitar.
Apa jadinya kalau ini terjadi di luar jawa.
Transportasi
·
Bus
Blora dilalui jalan provinsi yang menghubungkan Kota Semarang
dengan Surabaya
lewat Purwodadi.
Jalur ini kurang begitu ramai jika dibandingkan dengan jalur Semarang-Surabaya
lewat Rembang, karena kondisi jalannya yang kalah lebar. Blora juga dapat
dicapai dengan menempuh jalur Semarang-Kudus-Rembang-Blora.
·
Kereta api
Jalur kereta api melewati wilayah Kabupaten Blora, namun tidak melintasi
ibukota kabupaten ini. Jalur tersebut melintas di bagian selatan. Stasiun
kereta api Cepu merupakan yang terbesar, di mana berhenti kereta api jurusan
Surabaya-Jakarta (KA Sembrani), Surabaya-Semarang (KA Rajawali), serta kereta
api lokal Semarang-Bojonegoro (KRD). Blora memiliki juga alat transportasi
lainnya seperti dokar, cikar, becak, dan sebagainya.
Potensi
- Minyak bumi di desa Cepu
- Batik Blora di desa Klopoduwur
- Gula Merah di desa Todanan dan Kunduran
- Sentra Kerajinan Kayu Jati, di Desa Jepon
Sumber :
http://www.blorakab.go.id
0 komentar:
Posting Komentar