Senin, 15 Juni 2015

Tugas 2

Septyani Wahyu Pradani
21040114130095

Penanganan Kurang Tersedianya Ruang Terbuka di Wilayah Indonesia

Kualitas lingkungan Indonesia saat ini semakin menurun, khususnya di Pulau Jawa yang menjadi pusat kegiatan ekonomi Indonesia. Semakin merosotnya kualitas lingkungan sedikit banyak disebabkan oleh meningkatnya permintaan akan ruang khususnya untuk permukiman dan lahan terbangun. Akibatnya Rencana Tata Ruang yang telah dibuat tidak mampu mencegah alih fungsi lahan di perkotaan. Hal itu mempegaruhi keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin terancam dan keadaan kota yang semakin tidak nyaman untuk ditinggali.

 Ruang terbuka publik merupakan ruang yang fungsi dan manfaatnya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan publik atau masyarakat untuk berkumpul, tempat rekreasi dan sebagai wadah interaksi sosial yang diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya (Azzaki & Suwandono, 2013). Pada dasarnya setiap kota memiliki tipologi yang berbeda-beda, sehingga ketersediaan dan kebutuhan RTH pun berbeda-beda. Karenanya, ketentuan minimal luasan RTH publik yang ditentukan pemerintah dapat menjadi persoalan tersendiri (Sari & Kustiwan, 2010). Contoh saja di Pulau Jawa, lahan yang seharusnya digunakan sebagai ruang terbuka justru terus menerus dialihfungsikan untuk permukiman penduduk dan area industri. Dengan luas lahan yang minim dan jumlah penduduk yang banyak mencapai 70 % penduduk Indonesia, dapat dibayangkan begitu kecilnya RTH di Pulau Jawa. Minimnya RTH berpengaruh pada berbagai hal. Contoh kongkritnya adalah polusi, dengan kurangnya pepohonan di area perkotaan yang padat akan alat transportasi maka kadar karbondioksida semakin bertambah, sedangkan tumbuhan yang berperan sebagai penghasil oksigen jumlahnya tidak memadai. Jika sudah demikian, masyarakat akan lebih banyak menggunakan Air Conditioner (AC) yang dampak besarnya adalah kerusakan ozon.

Pemerintah Daerah berwenang penuh terhadap pengelolaan ruang terbuka hijau, dalam hal ini Daerah Tingkat II baik Kotamadya maupun Kabupaten. Berdasarkan idealisme tersebut, langkah yang harus diambil oleh Pemerintah Daerah, adalah mengadakan evaluasi dan revisi Master Plan atau Rencana Induk Kota nya (Widjajanti, 2010). Perkembangan kota di masa mendatang sangat bergantung pada ketersediaan ruang terbuka hijau, dengan perannya sebagai sarana terjadinya proses alam di wilayah perkotaan dan sebagai unsur pencadangan yang dibutuhkan dalam perkembangan kota masa depan menuju “Kehidupan Kota Berkelanjutan”. Jika tidak sesegera mungkin diantisipasi dan dibenahi, maka nantinya kota-kota besar di Indonesia khususnya di Pulau Jawa  hanya akan mejadi tempat ‘kumuh modern’ yang dipenuhi bangunan tinggi yang saling berdesakan, tempat manusia terjebak di dalam kota yang sesak, panas, lembab, berdebu, dan rawan bencana khususnya banjir.

Dengan demikian, keberadaan Ruang Terbuka Hijau sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Selain dengan wewenang pemerintah, tindakan dari masyarakat sendiri sangat dibutuhkan bagi terselenggaranya pelestarian dan pembenahan RTH. Langkah yang dapat ditempuh dapat berupa pendekatan, penyuluhan, dan pembinaan secara langsung dan intens dari pemerintah kepada warga masyarakat yang bersangkutan.




Referensi :

Azzaki, M. R., & Suwandono, D. (2013). Persepsi Masyarakat terhadap Aktivitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Semarang. Jurnal Ruang, 1, 10.
Sari, R., & Kustiwan, I. (2010). Kajian Ketersediaan dan Kebutuhan Ruang terbuka Hijau Publik di Kota Pesisir (Kasus: Kota Surabaya dan Bengkulu). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK, 21, 9.
Widjajanti, W. W. (2010). Keberadaan dan Optimasi Ruang Terbuka Hijau Bagi Kehidupan Kota. 7.

0 komentar:

Posting Komentar